Berdasarkan laporan terbaru Security Intelligence (SIR) Volume 22 Microsoft Asia Pasifik, terungkap bahwa negara berkembang seperti Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Myanmar, dan Vietnam termasuk di antara lima besar negara di Asia Pasifik yang paling terpapar oleh program berbahaya.
Menurut Microsoft, pada kuartal 2 tahun 2016, sebanyak 45,2% komputer di Indonesia terserang malware. Angka ini lebih tinggi dari angka rata-rata global pada kuartal yang sama yang hanya sebesar 20,8%. Kategori perangkat lunak berbahaya yang paling sering ditemui di Indonesia pada kuartal 2 2016 adalah trojans dengan jumlah serangan sebanyak 41,5% pada seluruh komputer.
Ini naik sebesar 37,8% dibandingkan angka pada kuartal sebelumnya. Worms menempati posisi kedua, dengan 24,5% serangan pada seluruh computer, turun sebesar 26,3% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Laporan semi-tahunan Microsoft Security Intelligence (SIR) juga memaparkan data dan sudut pandang mendalam terhadap lansekap ancaman global, secara spesifik kepada kerentanan perangkat lunak, eksploitasi, malware dan serangan berbasis web.
Dalam versi terbaru ini, laporan tersebut melacak endpoint serta ancaman data pada komputasi awan dan profil lebih dari seratus pasar individu. Laporan ini juga membagikan studi kasus terbaik dan solusi yang dapat membantu organisasi untuk dapat melindungi, mendeteksi dan merespons ancaman secara lebih baik.
Laporan ini menyatakan bahwa negara-negara di Asia Pasifik yang paling rentan terhadap serangan malware berturut-turut (mulai dari yang tertinggi hingga yang terendah) adalah: Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Myanmar, Vietnam, Nepal, Thailand, Filipina, Sri Lanka, Malaysia, Korea, Singapura, dan Selandia Baru.
Dalam lingkup Asia Pasifik, laporan ini menemukan bahwa sekitar satu dari empat komputer di Bangladesh, Kamboja, dan Indonesia yang menjalankan produk keamanan real-time Microsoft melaporkan adanya serangan malware antara Januari sampai Maret 2017.
Sementara Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Myanmar, Vietnam, Nepal dan Thailand masing-masing melaporkan adanya serangan malware rata-rata sebesar lebih dari dua puluh persen pada kuartal pertama 2017. Angka ini lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan rata-rata global yang hanya sebesar sembilan persen.
Laporan ini menyatakan bahwa negara-negara di Asia Pasifik dengan level kematangan teknologi informasi yang lebih tinggi, yakni Selandia Baru dan Singapura, memiliki performa yang lebih baik dibandingkan rata-rata global.
Menurut Microsoft, ransomware adalah salah satu jenis malware yang paling terkenal pada tahun 2017. Pada paruh pertama tahun ini, dua gelombang serangan ransomware, yakni WannaCrypt dan Petya, memanfaatkan kerentanan pada sistem operasi Windows usang di seluruh dunia dan menonaktifkan ribuan perangkat dengan membatasi akses data secara tidak sah melalui enkripsi.
Hal ini menurut Microsoft tidak hanya mengganggu kehidupan sehari-hari individu tapi juga melumpuhkan banyak aktivitas operasional perusahaan. Sebagian besar serangan telah terkonsentrasi secara tidak proporsional di Eropa, dan banyak negara di Asia Pasifik belum terkena dampak yang parah. Namun, Microsoft menyatakan bahwa Korea adalah satu dari sedikit pengecualian di wilayah ini,dengan kejadian ransomware tertinggi kedua di seluruh dunia.
Microsoft menyatakan bahwa penyerang mengevaluasi beberapa faktor saat menentukan wilayah mana yang harus ditargetkan, seperti GDP suatu negara, usia rata-rata pengguna komputer, dan metode pembayaran yang tersedia.
Selain itu, bahasa juga dapat menjadi faktor pendukung utama karena serangan yang sukses sering kali bergantung pada kemampuan penyerang untuk melakukan personalisasi pada pesan untuk meyakinkan pengguna untuk mengaktifkan data berbahaya tersebut.