JAKARTA, PCplus – Sebal ya kalau lagi enak-enak video streaming eh nongol iklan? Atau mau buka situs tertentu harus nunggu iklan lewat dulu. Kalau sudah begini, maka banyak di antara kita yang pasang ad blocker untuk memblokir iklan.
Nah, fenomena ad blocking ini terjadi dengan cepat. Olivier Legrand (Head of Marketing Solutions , Asia Pacific, LinkedIn) mengatakan menurut para pelaku industri di Asia Pasifik, para pemasar dan pengiklan tidak perlu terlalu kuatir kendati jumlah pengguna yang memasang ad blocker terus meningkat.
Namun,menurutnya, ini adalah pemikiran jangka pendek dan logika di balik pendapat ini masih dipertanyakan. Manusia tidak akan pernah puas, dan teknologi terus berkembang. Pengguna tentu akan mencari pengalaman yang berbeda dari cara-cara yang gencar dilakukan publisher yang terus berusaha mengambil keuntungan dari ad inventory.
Solusinya, kata Legrand, adalah mengedukasi konsumen/pengguna bisa menjadi solusi untuk masalah tersebut. Jika pengguna mengerti sisi ekonomis dari web dan melihat iklan sebagai bagian dari transaksi yang mendukung terciptanya konten, mereka akan berhenti menginstal ad blocker. Cuma sulit untuk membuat pengguna menaruh simpati pada publisher, khususnya ketika mereka diserbu iklan secara terus-menerus.
Jelasnya, publisher yang paling rentan adalah mereka yang memiliki konten komoditas (hardsell), kurang bermakna, berkualitas rendah dan konteksnya tidak relevan.Mereka yang ingin menang harus lebih berfokus pada pengalaman pengguna. Walaupun sebenarnya hal ini tidak serta merta membuat masalah ad blocking menghilang.
Mereka yang cukup beruntung karena memiliki konten bernilai dan relevan bahkan bisa membuat konsumen rela membayar untuk mengakses kontennya. Sedangkan, mereka yang kurang beruntung terpaksa merelakan sebagian pendapatan mereka untuk memberikan user experience yang lebih baik.
Roopal Julka, Head of Accuen Malaysia, divisi programatik Omnicom, baru-baru ini mengatakan bahwa ad blocking bisa menjadi kesempatan bagi pasar untuk memahami nilai tambah yang sebenarnya dari iklan native. Pada akhirnya, bentuk iklan nantinya tidak akan terlalu mengganggu dan akan ada lebih banyak publisher yang mengadopsi iklan native.
Hal ini penting untuk dilakukan dengan konten yang relevan. Misalnya, ada konten tentang perangkat mobile, disponsori oleh brand teknologi dan disajikan secara programatik. Maka konten ini tidak akan menciptakan respon yang baik dari audience yang sedang mengumpulkan informasi soal liburan. Contoh-contoh semacam ini banyak dijumpai di web.
Iklan yang tidak tersaring serta retargeting yang sistematik adalah salah satu kunci mengapa sejumlah audience menggunakan ad blocker. Meski “retargeting” untuk mengirimkan pesan berurutan itu masuk akal, kita perlu berpikir tentang bagaimana membuatnya lebih relevan dan tidak berulang-ulang. Fokus pada konteks, yang sempat menjadi hal terpenting di bisnis periklanan, telah hilang.
Jadi, meski kemunculan ad blocking menjadi ancaman yang sangat serius dan menyita banyak perhatian dari industri kita, hal ini juga menjadi kesempatan besar untuk mengkoreksi adanya ketidakseimbangan.