JAKARTA, PCplus – Penggunaan 3D printing makin meluas. Mulai dari protese manusia, mainan, replika senjata api sampai makanan bisa dicetak secara 3D dengan printer 3D. Printer untuk mencetak coklat dalam berbagai bentuk yang unik misalnya, juga sudah ada.
Di AS bahkan sudah ada obat yang akan diproduksi dengan teknologi cetak 3D. Adalah Aprecia Pharmaceuticals yang melakukannya untuk obat bernama Spritam. Spritam dipakai untuk mengontrol kejang-kejang akibat epilepsi. FDA (Food and Drug Administration) yang merupakan badan pengawas makanan dan obat-obatan di AS, sudah menyetujui obat yang akan dipasarkan pada tahun 2016 itu. Inilah kali pertama FDA menyetujui penggunaan teknologi cetak 3D untuk obat-obatan. Sebelumnya, FDA hanya menyetujui teknologi cetak 3D untuk membuat peralatan medis.
Spritam menggunakan platform teknologi ZipDose, yang menggunakan teknik cetak 3D yang mencetak bahan aktif dan inaktif obat lapis-demi-lapis. Dengan teknik ini, setiap tablet bisa dibuat lebih berpori dan ampuh karena dosisnya bisa disesuaikan untuk masing-masing pasien. Tablet yang dicetak dengan proses khusus ini disebutkan bisa larut dalam waktu kurang dari 10 detik — sangat cepat untuk obat berdosis tinggi. Aprecia merancang obat epilepsinya untuk memenuhi kebutuhan pasien, utamanya anak-anak dan orang berusia lanjut, yang kesulitan menelan obat. Di AS, nyaris 3 juta orang didiagnosis menderita epilepsi dan sekitar 46 ribu di antaranya adalah anak-anak.
Di masa depan, mungkin kita akan melihat lebih banyak obat diproduksi dengan teknik cetak 3D. Yang jelas, Aprecia sudah mengatakan berencana mengembangkan obat-obat lain dengan teknologi cetak 3D miliknya. Di satu sisi, metode produksi terbaru ini memungkinkan pembuatan obat-obatan dengan dosis yang tepat. Selain itu kombinasi obat dapat diproduksi untuk kasus-kasus tertentu. Namun aman tidak sih obat hasil cetak 3D ini?
Jawabannya aman, yang dibuktikan dengan persetujuan FDA. Namun tetap ada kemungkinan teknologi ini juga dimanfaatkan orang berniat jahat. “Saat ini obat-obatan diproduksi di lokasi yang dirancang khusus dengan kontrol dan peraturan yang ketat. Namun, jika perangkat yang digunakan untuk melakukan hal ini di masa depan memiliki konektivitas internet, itu meningkatkan kemungkinan penyerang mengubah formulasi obat yang dicetak untuk membahayakan orang-orang yang meminumnya, ” begitu komentar Researcher – Global Research & Analysis Team, Kaspersky Lab David Emm.
Menurut Emm, kontrol yang ketat dan pemeriksaan harus diterapkan, untuk mencegah gangguan berbahaya atau tidak disengaja. Seperti halnya teknologi baru, pastinya akan ada kemungkinan dampak negatif dari hal ini, katanya.