
JAKARTA, PCplus – Public cloud storage bukanlah barang asing lagi. Banyak – perorangan, perusahaan, enterprise, korporat – sudah menikmati manfaatnya. Bebas diakses dari mana saja dan kapan saja dari perangkat apa saja.
Namun public cloud storage yang hadir saat ini sebenarnya tidaklah benar-benar membebaskan penggunanya. Pasalnya data yang disimpan di cloud tidak sepenuhnya menjadi milik penggunanya. Maksudnya, kalau kamu mau memindahkan data yang sudah disimpan di cloud X ke cloud Y misalnya, prosesnya tidaklah sederhana. Biasanya data itu dikendalikan dan dikelola oleh penyedia jasa cloud.
Karena itulah strategi NetApp dengan Data Fabric-nya menjadi menarik. Sebab dengan Data Fabric, NetApp ingin agar data menjadi milik si pengguna. “Sehingga bisa diakses dari mana saja dan dikendalikan dan dikelola oleh si penggunanya dalam cara yang konsisten,” kata Weera Areeratanasak (Managing Director Malaysia, Indonesia, dan Filipina, NetApp) dalam media briefing di Jakarta (8/7/2015).
Melalui Data Fabric, NetApp akan menggeser posisinya dari penyedia network appliances menjadi perusahaan manajemen data global. Saat ini, kata Areeratanasak, NetApp membukukan pendapatan tahunan US$ 6,3 miliar sebagai penyedia solusi data storage.”Hybrid cloud akan menjadi faktor perubahan kunci bagi NetApp,” katanya.
Sebagai landasan dari Data Fabric, NetApp sudah memiliki antara lain Clustered Data ONTAP v 8.3.1, Cloud ONTAP, Private Storage for Cloud, dan OnCommand Cloud Manager, Clustered Data ONTAP.