
Dunia anak memang identik dengan bermain. Namun tidak demikian dengan mereka yang diberkahi dengan kemampuan di atas rata-rata.
Saat anak-anak lain sibuk dengan berbagai aktivitas sesuai usianya, beberapa diantaranya malah memiliki hobi yang berhubungan dengan teknologi. Dari sini banyak lahir ide-ide maupun sesuai yang berhasil diciptakan dan berguna bagi orang banyak.
Yang membuat banyak orang berdecak kagum yaitu kemampuan yang dimilikinya didapat secara otodidak di usia yang masih belia. Berikut beberapa di antaranya:
Alexandra Jordan

Alexandra memukau banyak orang saat ia mempresentasikan aplikasi buatannya yaitu Super Fun Kid Time pada acara TechCrunch Disrupt. Jordan yang saat itu berusia 9 tahun memang telah menguasai bahasa pemrograman Ruby dan HTML, padahal ia masih duduk di kelas 4. Uniknya, kemahirannya tersebut didapat secara otodidak, diantaranya melalui situs Codecademy yang merupakan situs belajar programming secara online. Aplikasi yang dibuatnya berhasil menarik minat para peserta yang mendengarkan presentasinya. Terbukti meski saat itu aplikasinya belum resmi dirilis, namun sebanyak 5000 orang telah mendaftar untuk menjadi yang pertama menggunakannya.
Ryan Orbosch

Ryan mengembangkan sebuah aplikasi dengan nama Finish yang diperuntukkan bagi sistem berbasis iOS. Ryan berusia 17 tahun saat menciptakan aplikasi tersebut bersama rekannya, Michael Hansen. Finish merupakan aplikasi manajemen tugas yang didalamnya terdapat fitur untuk mengingatkan serta pemberitahuan kepada pengguna dalam menyelesaikan suatu dengan tepat waktu. Keberhasilan aplikasi tersebut menjadikan mereka kaya raya di usia muda.
Alex Godin

Alex Godin adalah anak dari pakar marketing, Seth Godin. Di usianya yang kala itu masih 17 tahun, ia merupakan orang kedua termuda yang berpartisipasi di TechStar, suatu situs komunitas startup dimana ia merupakan salah satu mentor disana. Kecerdasannya mampu membawanya ke komunitas yang banyak diisi oleh orang yang lebih tua dibanding dirinya. Di usia 19 tahun, ia berhasil membuat sebuah aplikasi Dispatch hanya dalam waktu satu minggu saja.
Kelvin Doe

Kelvin Doe, seorang remaja berusia 15 tahun berhasil menciptakan generator mini yang dibuat dari sampah eletronik. Awalnya hal ini dilakukan karena tempat dimana ia tinggal merupakan daerah yang tidak terjangkau aliran listrik. Atas dasar itulah, Kevin secara kreatif membuat alat tersebut guna menerangi kampung halamannya. Tidak hanya itu, Kevin juga berhasil membangun sebuah stasiun radio seorang diri. Hebatnya lagi, kesemua kreativitasnya tersebut didapat secara otodidak. Berkat kepandaiannya tersebut, ia pun diundang ke institut teknologi MIT di Amerika untuk mengikuti acara Visiting Practitioner’s Program. Acara ini merupakan ajang berkumpulnya para praktisi teknologi dari seluruh dunia guna saling berbagi ilmu serta ide-ide kreatif. Dan Kelvin menjadi orang termuda dalam sejarah acara tersebut.
Nick D’Aloisio

Siapa yang menyangka bahwa aplikasi besutan pemuda yang lahir pada tahun 1995 mampu menarik perhatian Yahoo! dan akhirnya mengakusisinya senilai US$ 30 juta. Nick D’Aloisio adalah pembuat aplikasi Summly yang awalnya diperuntukkan pada iOS yang menyajikan hasil ringkasan artikel berita. Dengan akuisisi ini selain menjadi pemuda yang kaya, Nick yang langsung bergabung dengan tim Yahoo! menjadi salah satu karyawan termuda. Layanan Summly secara resmi ditutup dan Yahoo! akan mengintegrasikannya dengan berbagai layanan online miliknya. Sejak kecil Nick memang memiliki kemampuan diatas rata-rata anak seusianya. Ketertarikannya akan teknologi dimulai saat ia berusia 10 tahun dimana ia mulai mengutak-atik aplikasi pembuat film. Kemudian ia mulai beralih dengan mempelajari bahasa pemrograman secara otodidak pada usia 12 tahun.
Shadaj Laddad

Ada yang menarik pada ajang Open Source Convention (OSCON) 2014 lalu di Portland, Amerika Serikat. Saat itu seorang remaja berusia 14 tahun menjadi pusat perhatian karena menjadi salah satu pembicara. Shadaj Laddad yang berasal dari India memberikan pandangannya mengenai bagaimana mempelajari pemrograman secara mandiri. Di usia yang masih terbilang dini, Shadaj sudah menguasai berbagai bahasa programing seperti Ruby, Python, C, Java, NXT Mindstorms, Logo, serta Scala. Hebatnya, Shadaj mulai mengenal programming saat berusia 6 tahun. Saat itu, ayahnya memberikan Lego Mindstorms NXT Kit, sebuah paltform robotik yang menggunakan bagian lego namun memiliki motor dan sensor yang bisa diprogram melalui bahasa sederhana. Dari situlah, Shadaj mulai menunjukkan ketertarikannya akan teknologi dengan banyak belajar sendiri dari buku-buku referensi.