
JAKARTA, PCplus – Jumlah UMKM (usaha mikro kecil menengah) di tanah air sangatlah banyak. Namun yang juga berjualan secara online belum banyak. Padahal jualan online bisa membuka pasar baru.
“Ada UKM di Jogja yang tidak punya toko (fisik) tapi omzetnya ratusan juta dengan berjualan online. Misalnya jualan parfum, obat herbal, obat kesehatan,” tutur pemerhati UMKM yang juga merupakan motivator Saptuari Sugiharto dalam jumpa pers di Jakarta (2/10/2014).
“Kalau buka toko sendiri ibarat buka di pinggir jalan. Kalau Rakuten (marketplace) seperti di mal, trafiknya tinggi,” tambah Suryanto yang memiliki situs sendiri bernama kadounik.com.
Lalu apa yang membuat UMKM lebih suka berjualan secara fisik, melalui toko dan tidak beralih ke e-commerce? Ada tiga penghambat, kata Yasunobu Hashimoto (Director, Rakuten Belanja Online). Yang pertama adalah lingkungan Internet. “Koneksinya lambat. Tanpa Internet kecepatan tinggi, pengalaman e-commerce yang baik tidak akan diperoleh,” kata Yasunobu.
Hambatan kedua adalah logistik. Berdasarkan pengalaman Rakuten Belanja Online (RBO), 70% konsumennya berasal dari luar Jakarta. “Kalau tidak ada layanan logistik, tidak bisa dilayani,” jelas Yasunobu.
Kendala ketiga adalah sistem pembayaran. “Tidak semua orang punya kartu kredit. Di Indonesia yang punya mungkin hanya 8 juta,” kata Yasunobu. Ia menyayangkan belum termanfaatkannya e-commerce di tanah air yang menurutnya punya potensi sangat besar. “Pasarnya US$ 3 miliar tahun ini, besar sekali,” kata Yasunobu.
Saptuari Sugiharto menimpali bahwa para pebisnis memang masih perlu diedukasi tentang manfaat e-commerce. “Ini bahkan bisa membuka peluang baru, menjadi makelar. Misalnya perajin di desa-desa, atau pembuat peti mati dari daun yang diekspor ke luar negeri. Daripada sewa toko, mahal. Lebih baik menggunakan Rakuten,” sarannya.