JAKARTA, PCplus – Di banyak perusahaan, CIO (Chief Information Officer) dan CEO (Chief Executive Officer) sering ‘berkelahi’. Padahal keduanya seharusnya satu visi, satu hati, bermitra agar agar perusahaan bisa memenangkan persaingan bisnis.
Dalam ajang CIO Meet CEO tadi siang (11/6/2014) di Jakarta, Eko Indrajit menuturkan, selama ini CIO dan CEO ibarat rem dan kopling mobil. Satu mau melaju, sementara yang lainnya mengerem. Padahal peran IT dalam dunia kini sangat besar.
Susilo dari Pertamina mengatakan, pimpinan perusahaan sudah menginginkan IT menjadi bagian dari transformasi bisnis perusahaan. Namun mereka tidak mau mengenali infrastruktur. “Infrastruktur dianggap bagian yang harusnya sudah beres. CEO maunya beres,” kata Susilo dari Pertamina. Padahal ekspetasi terhadap IT begitu besar. “95% pimpinan perusahaan punya ekspektasi untuk menjadikan IT sebagai pentransformasi bisnis perusahaan,” ucap Susilo.
Menurut DR. Ir. Dwi Soetjipto (CEO, PT Semen Indonesia), kata kunci keberhasilan CIO dan CEO dalam mentransformasikan bisnis perusahaan adalah kesamaan bicara. “CEO dan CIO harus sama bicaranya. Itu kata kuncinya,” katanya. Kemal Santosa dari Perury Digital Security menyebutnya sebagai satu hati. Ia menyebut KAI sebagai salah satu contoh kesatuan hati CIO dan CEO-nya.
Sayangnya, menurut Endra Halim (Group Head Core Application Management, BCA), IT masih saja dianggap sebagai cost bagi perusahaan. Pimpinan (baca: CEO) seringkali tidak menyadari bahwa infrastruktur itu penting. Infrastruktur, kata Susilo, adalah unsur yang paling tidak mau dikenali oleh pimpinan perusahaan. Mereka menganggapnya sebagai bukan masalah tapi lebih bersifat laporan. “Infrastruktur dianggap bagian yang harusnya beres,” kata Susilo.
Agar visi perusahaan tidak terhambat, misalnya gara-gara infrastruktur yang tidak beres, para CEO dan CIO disarankan untuk berkomunikasi secara terbuka. CIO juga sebaiknya tidak bicara IT kepada CEO, tapi bicara tentang layanan yang digerakkan oleh IT. Begitu saran Toddy Siburian (CIO, PT Semen Indonesia).
Sementara itu Erison Hek Okatvian (Managing IT & Broadcast IT system, MNC Group) dan Denny Charlie (CIO, SOHO Global Health) menyatakan perlunya sentuhan pribadi saat mendekati CEO dan mengenali karakternya. “Libatkan GM (General Manager) Level supaya juga punya ownership, karena dari CEO pasti turun ke GM level atau VP (vice president),” tambah Sudarto Unsurlany dari PT Petrosea.
Selain itu track record IT juga harus bagus. “Kalau jelek, minta budget susah. Mulai dari kecil-kecil (project) tapi bagus,” kata Sudarto. “Naikkan kelas IT sehingga menjadi service-oriented,” jelas Erison.
Jangan juga lupa akan integritas dan keterbukaan. Keterbukaan ini penting karena menurut Kemal, ada kemungkinan akan terbukanya kotak Pandora saat implementasi IT dilakukan. Rikki Dewangga (Director, PT Veda Praxis) mengatakan CIO pun bisa meminjam tangan pihak ketiga, misalnya kustomer, untuk mendekati CEO. Kalau perlu, tambah Erison, manfaatkan line of business sehingga tidak usah bicara langsung dengan CEO.
Setiap CIO dan juga GM IT, tambah Rikki, pun harus piawai dalam sales marketing. “Karena harus menjual ide ke masing-masing level. Setiap project IT harus dapat persetujuan dari BOD (board of director). Jadi kemampuan sales marketing harus diasah,” jelasnya.
Intinya, tandas Kemal, CIO harus merangkul CFO (Chief Financial Officer) dan CEO jika ingin project-nya jalan. “CIO tidak hanya tahu teknologi, tetapi juga kenal orang,” ujar Pardjo Yap (Advisor to the CEO and Head of its IT Division, ACA). Agar nyaman bergaul, kata Teddy Sukardi dari Ikatan Konsultan Teknologi Informasi Indonesia, CIO dan CEO harus punya kesamaan. “Bicara tentang inisiatif strategis, bukannya IT plan,” saran Teddy.
O ya, CIO Meet CEO adalah acara yang digelar majalah InfoKomputer bersama majalah Fortune Indonesia dengan dukungan Indosat. Ajang ini mengupas peran TI dari sudut pandang CEO, juga apa yang diharapkan CEO dari CIO. Para CIO (Chief Information Officer) dan CEO (Chief Executive Officer) dari beragam sektor industri, mulai dari jasa, perbankan sampai asuransi dari kalangan swasta maupun BUMN dipertemukan untuk berbagi pengalaman terbaik (best practices) di masing-masing perusahaan.