JAKARTA, PCplus – Bencana alam berupa badai yang melanda Filipina mengingatkan kita bahwa bencana alam bisa terjadi kapan saja dan di mana saja, memporakporandakan segalanya dalam sekejap. Bagaimana dengan data perusahaan? Bisa juga porak poranda loh kalau ada bencana. Apalagi jika perusahaan tidak punya strategi proteksi yang holistik.
Begitu kata Senior Regional Director, Systems Engineering and Alliances, Asia South Region, Symantec Raymond Goh dalam jumpa pers di Jakarta kemarin siang (14/11/2013). Raymond mengutipkan laporan Gartner yang mengatakan bahwa perusahaan membutuhkan strategi proteksi holistik sebagai satu platform atau solusi. “Harus holistik, karena jika tidak akan menaikkan tingkat kompleksitas. Dalam situasi bencana, panik, orang mungkin akan melupakan langkah-langkah tertentu,” jelas Goh.
Goh menuturkan bahwa sudah saatnya perusahaan juga memilih PBBA, alias purpose built backup appliance. “Ini mudahkan infrastruktur backup karena tidak tergantung pada orang. Juga sudah mencakup deduplikasi,” katanya.
Saat bencana terjadi, kata Goh, disaster recovery tidak boleh dilakukan secara manual karena akan menjadi beresiko. “Fokus bencana adalah manusia, jadi bila (disaster recovery) manual dan manusianya terfokus pada manusia, siapa yang akan aktifkan DRS (disaster recovery system)?,” urai Goh.
Ia lalu mengutipkan data kerugian akibat downtime. “Satu juta seratus ribu dolar hilang per jamnya jika perusahaan dengan lebih dari 1000 karyawan mengalami downtime. Pada perusahaan manufaktur, angka kerugian itu melonjak menjadi US$ 1,6 juta per jam. Di perusahaan telekomunikasi, per jam downtime membuat kerugian US@ 2 juta, dan di perusahaan pialang saham US$ 6,5 juta per jamnya,” kata Goh.
Goh juga mengingatkan bahwa bukan hanya kehilangan langsung pendapatan yang akan dialami perusahaan, tapi juga kerugian akibat rusaknya reputasi perusahaan. Karenanya ia mengingatkan agar perusahaan melakukan otomasi kontinuitas bisnis. “Yang sering diabaikan adalah rencana uji recovery, padahal tanpa latihan orang akan lupa, apalagi jika sedang panik. Harus ada non-disruptive disaster recovery testing sehingga tahu apa saja yang dibutuhkan, misalnya pembaruan minor Java.”
Salah satu saran Goh, perusahaan juga mempertimbangkan srategi lokasi data center. “Ada perusahaan yang bisa memiliki dua lokasi backup, tapi ada juga yang tidak mampu melakukannya. Mereka bisa menggunakan layanan cloud atau jasa pengelolaan storage. Cloud juga bisa jadi lokasi ketiga untuk mem-backup data perusahaan.”